Climate Smart Leader 2012

Alhamdulillah, tahun ini saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi salah satu finalist Climate Smart Leader 2012 atau yang biasa disebut dengan CSL 2012. Setelah berkali-kali kirim ke sana kemari ditolak muluk haha.



CSL 2012 ini adalah program tahunan yang diadakan oleh Yasasan Pembangunan Berkelanjutan (YPB) sebagai sarana kaum muda (15-24 tahun) untuk mewujudkan ide-ide kreatif mereka yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Tahun ini, fokus tema yang diangkat dalam program ini adalah ‘Sustainable Cities’ dalam rangka menghadapi permasalahan lingkungan kota terkait dengan melonjaknya pertumbuhan penduduk setiap tahun.

Proyek yang saya ajukan di kompetisi ini sebenarnya sangat sederhana. Bahkan untuk seorang mahasiswa Teknik Kimia UGM, proyek yang saya ajukan sama sekali tidak ada bau bau ke-Tekim-annya. Proyek saya adalah proyek pendidikan pengolahan sampah yang dikemas dalam bentuk pemilihan duta lingkungan. Awalnya, nama proyek saya ini adalah Little Green Ambassadors, namun kemudian diubah menjadi School Green Ambassadors dengan tag line, ‘We are green and we are happy’.

Setelah terpilihnya saya dan 23 finalis lainnya dalam program ini, kami berkesempatan untuk memperluas ilmu kami mengenai ‘pembangunan berkelanjutan’ dalam CSL Camp yang diadakan pada November 2012 yang lalu di Jakarta Selatan.

Saya berangkat naik kereta, pulang naik pesawat *penting*, dan akhirnya saya berkesempatan untuk mengenal kota Jakarta lebih dekat. Yang lebih penting lagi adalah, saya berhasil liat M O N A S :D *penting*. Maaf yaa, kalau agak katrok apa ndeso gitu, tapi saya lewat beberapa kali Jakarta tapi nggak pernah liat Monas nya. Jadi maaf yaa, maaf maaf.

Hehe

Nah, jadi saya di Jakarta selama seminggu penuh dengan jadwal yang padat sekali dari pagi sampai malam untuk mendengarkan kuliah kuliah yang sama sekali nggak ada Tekim-nya. Saya jadi berasa kopong gitu, soalnya selama saya mendengarkan kuliah tentang kota dan lingkungan saya merindukan pusing ngeliatin cacing-cacing integral, cooling tower, proses transfer, ngitung kalor *pencitraan*, dan obrolan dengan bahasa tekim. Saya seminggu di Jakarta harus berbicara dengan bahasa lokal, yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar agar semua orang paham bukan bahasa Tekim *haha, beneran ini rasanya aneh*. Terkadang mau ketawa sendiri yang saya yakin orang orang Tekim berpikiran sama, tapi di sana nggak ada orang Tekim, jadi nanti kalau saya ketawa, nanti saya ndembik sendiri haha.

Oke, kembali ke topik.

Apa yang kami pelajari di CSL adalah sesuatu yang terkadang tidak pernah terpikirkan oleh saya. Saya belajar banyak hal dari sana. Saya belajar, bahwa masalah lingkungan itu bukan semata-mata masalah pencemaran udara, global warming, dan hilangnya spesies-spesies langka dari muka bumi. Tapi juga terkait dengan masalah kependudukan, kesenjangan sosial, juga KEMISKINAN. Saya menyadari bahwa hampir masalah yang ada di dunia ini bersumber dari ketidakpedulian manusia akan alamnya.

Saya beri contoh, 

Satu, kita semua sepakat untuk mengakui bahwa orang-orang Papua dan Maluku adalah orang orang yang gemar berpesta dan mabuk-mabukan. Maaf sebelumnya, saya tidak bermaksud rasis, tapi memang kenyataannya begitu. Tapi tidak semua orang Papua dan Maluku suka berpesta dan bermabuk ria. Beberapa orang Papua yang saya kenal adalah orang yang sangat baik. 
Nah sebenarnya kebiasaan tersebut bermula dari usaha pemerintah untuk mengentaskan ‘kemiskinan’ di Papua.

Bagi pemerintah, orang miskin adalah orang yang rumahnya tidak bermarmer, penghasilan dibawah sekian rupiah, tidak memiliki akses komunikasi, tidak memiliki sekian motor, bla bla bla. Namun, ternyata bagi masyarakat Papua, mereka adalah orang yang sangat kaya. Mereka punya rumah yang nyaman bagi mereka, kemudahan mendapatkan makanan dari sumber daya alam mereka, air berlimpah, apa yang kurang?

Kemudian pemerintah dengan niat baik, ingin mengatasi masalah ‘kemiskinan’ di Papua dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai, alias uang. Pahamkah Anda, bahwa ketika kebutuhan primer dan sekunder Anda telah terpenuhi dan Anda menerima uang yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan Anda, apakah yang akan Anda beli?? Jawabannya adalah kebutuhan tersier. Yaitu kebutuhan untuk bergembira ria.

Nah, bagi orang Papua, kebutuhan tersier mereka itu adalah minuman keras. Mereka tidak butuh uang untuk membeli makanan lagi, mereka sudah punya banyak, mereka juga tidak butuh membangun rumah bertembok, rumah mereka sudah cukup nyaman, jadilah mereka membeli minuman keras untuk bergembira.

Minuman keras itu katanya selain membuat mabuk juga membuat ketagihan, akhirnya masyarakat Papua menjadi ketergantungan akan uang untuk membeli minuman keras. Maka mereka mulai melakukan apapun untuk mendapatkan uang untuk membeli minuman keras. Bahkan ada cerita kalau seorang Papua pernah menjual berhektar-hektar tanahnya pada sebuah perusahaan hanya untuk ditukar dengan 12 kerat minuman keras ._. Mulai dari sinilah masalah lingkungan dimulai. Yaitu ketika manusia tidak melihat alam sebagai kekayaan, tapi uang. Sehingga mereka rela menjual alam mereka untuk mendapatkan uang.

Itu sama seperti mayoritas perusahaan-perusahaan yang ada sekarang. Padahal pada akhirnya nanti, ketika semua orang memiliki uang dan udara mulai tercemar berat, kita tidak bisa menghirup uang agar bisa bernafas, ketika air-air tercemar dan ikan-ikan mati, tanah tercemar dan menjadi gersang, kita tidak bisa memakan uang untuk keberlangsungan hidup kita 

Itu inti dari pelajaran yang saya dapat di CSL Camp, itu dan masih banyak lagi. Di hari keempat, kami melakukan observasi di sekitaran Kota Jakarta. Kami melihat berbagai macam tempat dan meninjau dari berbagai macam aspek keberlanjutannya. Kami mengobservasi sistem transportasi, tempat-tempat umum seperti mall dan pasar, perumahaan kumuh dan mewah. Kami mencoba membandingkan, dan melihat akar permasalahan dari sebuah Kota Jakarta.

Kami jadi paham mengenai masalah yang sedang manusia modern ini hadapi. Butuh banyak perbaikan, butuh banyak usaha, butuh banyak keberanian. Untuk melawan sistem, melawan arus mainstream dan me-mainstream kan arus perubahan untuk kebaikan 

Senang sekali dapat merasakan kesempatan untuk menjadi finalis CSL tahun ini. Saya mendapatkan banyak teman. Teman teman yang bervisi dan bermisi sama, dengan pemahaman yang sama. Di sini kami membangun semangat, membangun persahabatan, membentuk jejaring kaum muda yang peduli terhadap sesama 

Senang sekali tak akan pernah terlupa.

Hari terakhir kami, kami dipaksa untuk mengatakan apa yang kami pikir dan rasa kepada 23 finalis lainnya. Esoknya, kami berpisah, menuju kota kami masing-masing, melaksanakan proyek masing-masing dengan hati yang berdegup kencang dengan semangat 

Terimakasih CSL.

Salam TAKE ACTION! *highfive*

Melisa Pramesti Dewi

Finalist CSL 2012 bersama Pak Emil Salim :)



1 comment: