Kali ini saya mau berbagi pengalaman sewaktu saya berpartisipasi di salah satu proyek kerja Chain Centre yang diadakan pada tanggal 1-4 Oktober 2012 di Purbalingga. Dalam kegiatan pelatihan ini saya mewakili GamaEARTH untuk membantu Chain Centre pada tanggal 1-2 Oktober saja, untuk hari lainnya ada anak GamaEARTH lainnya (yaitu Putri 2010, ANdrie 2011, dan Ihsan 2010) yang juga membantu Chain Centre di Purbalingga. Pelatihan Pengolahan Limbah Minyak Atsiri ini diselenggarakan oleh Dinas Perindustrian Republik
Indonesia yang bekerja sama dengan Chain Center Jurusan Teknik Kimia
UGM. Pelatihan dilakukan di aula Hotel Kencana, Jalan Pujowiyoto No 44,
Purbalingga dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 17.30 setiap harinya.
Tujuan pelatihan ini adalah agar penyuling
minyak nilam di daerah Purbalingga mulai mengerti dampak dari limbah
yang mereka hasilkan, baik limbah padat maupun limbah cair sehingga
tumbuh kesadaran untuk tidak membuang limbah sembarangan. Selain itu
juga dengan dibekalinya para penyuling dengan ilmu dan praktek cara
pengolahan limbah padat dan cair dari penyulingan minyak nilam yang
aplikatif dan efektif dalam mengurangi dan mengolah limbah yang ada.
Pengolahan limbah yang diajarkan adalah jenis pengolahan limbah yang
dapat meningkatkan perekonomian para penyuling karena dapat mengolah
limbah menjadi produk samping yang dapat dijual kembali. Ada sekitar 18 peserta yang terdiri dari 17 pria dan 1 wanita yang
semuanya merupakan penyuling minyak nilam di Kabupaten Purbalingga.
Secara
total, saya mengikuti 4 sesi yang diisi oleh Bapak Ign. Susilo, salah
satu praktisi yang juga penyuling minyak atsiri (minyak cengkehg dan
minyak nilam) berpengalaman di daerah Samigaluh. Beliau dibawa oleh
Chain Centre sebagaio pembicara dalam 4 sesi pertama. Oya, Pak Susilo
dan penyuling minyak atsiri lain di daerah Samigaluh adalah bagian dari
proyek Zero Waste Production System yang dibuat oleh para founder
GamaEARTH dan memenangkan gold award di Mondialogo Engineering Award di
Stuttgard, Jerman. Bisa dibilang proyek tersebut adalah cikal bakal dari
GamaEARTH.
Secara total, ada 4 tema yang dibahas oleh Pak Susilo, yaitu: Prospek
Berbagai Macam Minyak Atsiri Dan Potensi Limbah Yang Dihasilkan, Pengolahan
Limbah Yang Selama Ini Sudah Dilakukan, Cara
Mengatasi Masalah Saat Memproduksi Minyak Atsiri Yang Dikaitkan
Dengan Minimalisasi Limbah, dan Diskusi Terkait Pengolahan Limbah
Kegiatan berjalan
dengan lancar. Peserta terlihat antusias selama mengikuti acara yang
terlihat dari keaktifan peserta dalam bertanya dan menanggapi jawaban
dari fasilitator. Fasilitator memulai diskusi dengan memberikan
materi kira-kira 10 menit di awal dan dilanjutkan dengan diskusi
dengan peserta mengenai pengalaman mereka selama ini dalam
memproduksi minyak nilam. Diskusi berjalan antara peserta dan
fasilitator maupun antara peserta. Fasilitator yang merupakan
praktisi sekaligus penyuling minyak atsiri membagi pengalamannya dan
pengetahuan yang dimilikinya sekaligus mendengarkan sharing
pengalaman dari peserta. Berikut adalah
notulensi dari hasil diskusi (P=peserta, F=fasilitator, sengaja saya lampirkan, semoga bisa memberi gambaran bagaimana pemikiran masyarakat dan kondisi IKM minyak atsiri sekarang:
Senin,
1 Oktober 2012
Sesi
1: pk 13.00-15.00
F:
Minyak apakah yang dihasilkan dari penyulingan selama ini?
P:
Minyak nilam.
F:
Tidak ada jenis minyak lainnya? Bagaimana dengan minyak cengkeh?
P:
Tidak ada Pak, selama ini kami hanya memproduksi minyak nilam saja,
Karena di Purbalingga tidak dapat menanam cengkeh.
F:
Jangan semua penyuling di suatu desa menggunakan bahan baku yang sama
(nilam) karena umumnya nanti akan terjadi persaingan yang tidak sehat
(seperti di daerah saya). Ada banyak jenis bahan baku selain nilam
yang bisa diolah untuk menghasilkan minyak atsiri. Apalagi saat ini
lebih susah untuk menumbuhkan tanaman nilam karena kebanyakan tanah
sudah jenuh akan tanaman nilam. Paradigma bahwa untung akan semakin
banyak dengan semakin banyak produksi tidaklah selalu benar. Harus
mulai dicari cara agar dengan produksi yang sedikit dapat
menghasilkan keuntungan yang besar. Mungkin dapat dicoba menyuling
minyak atsiri dari berbagai tanaman yang lain seperti pala. Saya
beberapa waktu yang lalu mendengar bahwa ada pembagian bibit tanaman
pala, walaupun tidak diberi tahu bagaimana sistem penyulingannya,
berapa harga jualnya, dan bagaimana dengan pemasarannya.
P:
Benar, bahwa saat ini menanam nilam memang susah. Ada virus daun yang
banyak menyerang daerah Purbalingga dan belum teratasi sampai saat
ini. Harga minyak nilam saat ini naik-turun, tidak bisa diprediksi.
Suatu saat bisa untung sampai 800 ribu rupiah, kadang juga bisa rugi
sampai 800 ribu rupiah. Padahal saat ini saya membeli daun nilam 1700
rupiah/kg dari petani, tapi harga jual minyak nilam hanya di bawah
300 ribu rupiah sehingga saya masih rugi. Konsentrasi rendemen saya
hanya 0,7 %. Jika saya paksa membeli daun nilam dengan harga lebih
murah (semisal 1000 rupiah/kg) supaya saya untung maka hal itu akan
mencekik petani nilam, dan saya tidak tega melakukannya. Karena rugi
terus, maka produksi saya juga tidak kontinyu. Kalau produksi saja
tidak kontinyu, maka limbah tidak akan ada, untuk apa workshop
pengolahan limbah?
F:
Sebenarnya, tempat penyulingan minyak nilam pertama kali di Indonesia
itu di Banyumas. Dulu harga minyak nilam Indonesia ditentukan
berdasarkan harga di sini. Tapi saat ini di Sulawesi banyak sekali
petani nilam dan penyuling nilam yang menghasilkan minyak nilam
sangat banyak, Karena kondisi tanah yang tidak mendukung, maka
kandungan asam di minyak hasil sulingan mereka sangat tinggi sehingga
sangat susah bagi mereka untuk menghasilkan minyak nilam dengan
konsentrasi mencapai 30 %. Dengan kandungan minyak nilam yang sangat
rendah tersebut maka harga jual minyak nilam mereka juga rendah.
Karena produksi minyak nilam Sulawesi sangat tinggi maka harga
rata-rata minyak nilam di Indonesia akan tetap terpengaruh harga
minyak nilam di sana yang rendah. Pengalaman saya saat harga minyak
nilam rendah adalah saya tetap menyuling minyak nilam, tetapi tidak
saja jual dulu (disimpan dulu hingga harganya agak tinggi). Sembari
menunggu harga minyak nilam tinggi, saya menyuling dan menjual minyak
cengkeh karena harga minyak cengkeh lebih stabil (tapi mamang
untungnya tidak sebesar minyak nilam). Bisa juga mencoba menyuling
minyak pala, karena panen dari pala tidak mengenal musim (tidak
seperti cengkeh). Tapi evaluasi harga supaya untung bagaimana saya
juga belum tahu karena pemerintah hanya memberi bibit pala saja tanpa
memberi kejelasan harga jualnya bagaimana.
P:
Menurut saya ada tiga masalah berkaitan dengan produksi minyak nilam:
pertanian (harga daunnya murah sehingga petani sering rugi saat
menanam nilam dan saat ini sangat susah menanam nilam sehingga
produksi daun nilam sedikit), rendemen (teknologinya tidak jelas
supaya rendemennya banyak bagaimana, saya pernah mencoba dengan
memotong-motong daun, membolak balik daun, dll tapi rendemen juga
belum tentu naik), harga (harga di tahun 1998-2008 tinggi, tapi saat
ini terus turun). Menurut Bapak bagaimana mengatasi 3 masalah itu?
Salah satu saja teratasi sudah bagus. Oya, saya pernah mencoba
menyuling minyak sirih tapi harganya rendah, untuk pala memang
seperti kata Bapak pemerintah hanya memberi bibit saja.
F:
Rendemen bisa naik tidak hanya tergantung pada teknologi yang
digunakan tapi juga berdasarkan kondisi bahan baku. Mungkin harus
dievalusi juga bagaimana kondisi bahan bakunya, karena rendemen akan
tetap sedikit walaupun teknologi mutakhir yang digunakan untuk
menyuling minyak jika bahan bakunya (daun nilam) tidak terlalu bagus
kualitasnya. Tanaman nilam harus rajin dipupuk, makin bagus pemupukan
maka makin banyak rendemen di daunnya (bahan baku daunnya lebih bagus
jika pemupukannya lebih bagus). Sampai saat ini saya tidak memakai
teknologi tinggi (manual saja). Kita dapat memberi penyuluhan ke
petani agar menghasilkan tanaman nilam (daun nilam) yang berkualitas
bagus jadi dari sisi bahan baku emang sudah bagus dan rendemen akan
naik meskipun kita tidak pakai teknologi mutakhir. Saat ini memang
susah sekali untuk mencari pembeli minyak nilam sendiri dan menjual
minyak nilam (sendiri tanpa melalui tengkulak) karena kualitas minyak
nilam kita (konsentrasi rendemen, warna, dll) rendah sehingga
dieksporpun susah dan harga minyak nilam kita juga rendah. Kunci agar
minyak nilam kita harganya dapat naik adalah dengan menaikkan
konsentrasi rendemen dan menjaga kualitas produk minyak nilam kita.
Orang luar negeri bahkan tidak mau melihat minyak nilam kita jika
warnanya agak kemerahan, apalagi jika konsentrasi rendemen sangat
rendah.
P: Di
daerah saya tanaman selain nilam yang dapat menghasilkan minyak
atsiri adalah tanaman kayu manis. Tapi saya tidak tahu bagaimana
pengolahannya, harga jualnya, dll?
F:
Minyak kayu manis juga berpotensi, tapi saya juga kurang tahu tentang
hal itu karena belum pernah mencoba. Intinya sebelum kita memulai
produksi suatu jenis minyak atsiri, kita harus mempelajari produk apa
yg kita suling (karakteristiknya) dan kepada siapa kita akan
menjualnya. Bapak juga nisa mencoba menyuling minyak dari
bunga-bungaan juga.
P:
Saya sebenarnya sudah sangat jenuh menyuling minyak atisiri. Untuk
nilam saat ini susah didapatkan bahan bakunya, sedangkan cengkeh
tidak bisa ditanam di daerah saya, untuk sirih rendemennya hanya 0,5
% (basah) dan lagi sisa daun seteah disuling tidak dapat dibakar
sebagai bahan baku.
F:
Intinya harus tekun Pak. Kita harus belajar bagaimana mengatasi
masalah yang ada, misalnya saat harga naik turun, saat bahan baku
susah, dll. Jangan setiap kali ada masalah lalu kita langsung
berganti ke bisnis lainnya. Menurur saya untuk keadaan basah,
konsentrasi rendemen 0,5 % sudah tinggi. Kita dapat mengatasi
masalah tersebut (konsentrasi rendemen rendah) misalnya dengan
meningkatkan investasi di bidang teknologi. Justru dari jatuh bangun
(membangun usaha minyak atsiri) tersebut kita belajar. Jangan kita
langsung beralih ke bisnis lain saat jatuh .Itu juga salah satu
penyebab ,mengapa penyulingan nilam tidak berkembang, karena orang
yang menyuling sering berganti-ganti, begitu ada masalah langsung
menyerah.
P:
Saat ini tidak seperti dulu. Dulu harga minyak nilam tidak terlalu
tinggi tetapi harga kebutuhan hidup lainnya tidak setinggi sekarang.
F:
Memang kondisi saat ini sedang seperti itu. Saat ini harga minyak
nilam tergantung minyak nilam Sulawesi yang produksinya sangat besar
(tapi rendemennya sangat rendah karena memang kondisi tanahnya lebih
jelek dari Jawa jadi rendemen tidak bisa tinggi karena bahan
bakunya/daunnya memang kualitasnya lebh jelek). Mereka tidak bisa
menghasilkan minyak nilam dengan rendemen lebih dari 30 %, padahal
kita di Jawa bisa sampai 42 %. Bahkan saya pernah ditolak oleh
pengepul minyak nilam karena konsentrasi rendemen saya terlalu tinggi
(tidak seperti minyak nilam sulawesi yang konsentrasinya rendah tapi
dijadikan standar). Kira-kira rendemen minyak yang diterima saat ini
oleh pengepul adalah 26-27 %. Kita harus mengubah cara pandang kita
dari yang dulu menganggap makin banyak produski maka akan makin
untung dengan mencari cara bagaimana agar produksi sedikit, tapi
untungnya lebih tinggi jika bahan baku nilam susah dicari seperti
saat ini. Kita juga tidak mungkin langsung menjual minyak nilam ke
pembeli (jika ingin harga minyak nilam kita lebih tinggi) karena
mayoritas pembeli adalah perusahaan atau orang luar negeri yang
permintaannya sangat besar untuk sekali pesan.
P:
Apa ada produk selain minyak nilam dari tanaman nilam? Kadang ada
penyuling minyak nilam yang bisa untung walaupun harga bahan baku
4000/kg, padahal saya jika harga daunnya 1500/kg saja saya masih
rugi.
F:
Mungkin itu karena mereka menggunakan teknologi tinggi, seperti
perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia sehingga minyak nilam
yang dihasilkan bisa memmiliki kualitas yang tinggi dan dapat dijual
dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada harga jual minyak nilam
kita.
P: Di
Desa Bulakan, Kota Pemalang (ketinggian 300 m dr permukaan laut)
mempunyai hasil minyak nilam yang jauh lebih bagus dari kita
(warnanya kuning, rendemen tinggi). Mengapa bisa begitu?
F:
Saya kurang tahu tentang itu. Tapi sebenarnya, saat menyuling, minyak
yang di atas air adalah minyak (yang jumlahnya banyak) adalah minyak
dengan konsentrasi rendah. Yang konsentrasinya tinggi adalah minyak
yang tenggelam dalam air, tapi memang susah untuk mendapatkannya.
P:
Waktu menyuling sayaadalah 4-8 jam untuk kapasitas 3-4 kuintal. Saya
pernah dengar bahwa suatu tanaman nilam dipupuk hasilnya sangat subur
sekali (daunnya banyak), tapi jumlah minyaknya malah lebih sedikit.
Mengapa bisa begitu?
F:
Saya juga pernah tahu tentang hal tersebut, misalnya saat kita
menggunakan pupuk dari kotoran ayam maka tanaman nilam kita akan
banyak daunnya tapi jumlah minyaknya lebih sedikit. Tapi hal itu bisa
juga dipengaruhi oleh iklim dan kondisi tanah. Pengalaman saya, di
daerah saya yang tanahnya merah memang susah menanam nilam tetapi
dari tanaman nilam yang tumbuh akan diperoleh minyak yang banyak.
P:
Harga minyak nilam yang selalu naik turun itu sebenarnya karena
pemerintah atau tengkulak yang memainkan harga saya kurang tahu.
Karena kenyataannya, pemerintah sangat mendukung kemajuan IKM minyak
atsiri seperti mengadakan workshop seperti ini tapi walaupun begitu
setiap tahun harga minyak nilam tetap naik turun dan tidak ada
perbaikan. Menurut Bapak bagaimana?
F:
Setahu saya di Indonesia ada Dewan Atsiri Indonesia yang punya
program cultiva yaitu program menetapkan batasan harga (dulu 400 ribu
rupiah untuk tanah 100 ha tanaman nilam). Bapak bisa bergabung dengan
program itu untuk mendapat harga yang lebih stabil. Tapi karena
petani jarang punya tanah seluas itu bisa saja diusulkan agar diubah
aturan program cultiva untuk saat ini. Tapi sebelum bergabung dengan
program cultiva ini harap dipelajari baik-baik bagaimana program
tersebut. Sering kali saat menjual minyak kita tergantung pada
tengkulak, saat itu tengkulak menentukan harga berapa, kita hanya
bisa menurut. Kita kurang punya daya tawar, kita bisa mulai
menetapkan harga jual kita dengan meningkatkan kualitas produk kita.
P:
Kondisi saat ini tidak stabil untuk minyak nilam (bahan baku susah,
tanah sudah jenuh, hasil rendemen sedikit, harga jual rendah, virus
daun, dll). Harapan saya ada solusi dari dinas pertanian untuk
membantu membantu kondisi saat ini.
F:
Bapak bisa mencoba produksi minyak atsiri dari bahan baku lain (jahe,
dll). Tapi sebelum berpindah ke sana, Bapak harus mempelajari dulu
kepada siapa kita akan menjualnya.
P:
Saat ini kondisi IKM minyak nilam di Purbalingga bisa dikatakan mati.
Susah dalam mencari bahan baku. Bagi saya yang penting bahan baku ada
dulu. Sebenarnya saat ini saya tertarik menyuling minyak dari
kapulaga karena bahan bakunya banyak.
F:
Tentunya jika bahan bakunya berbeda maka cara penyulingan juga
berbeda, alatnya juga berubah, jadi harus dipelajari juga bagaimana
menghasilkan minyak dari bahan baku yang lainnya.
P:
Bagaimana cara menghasilkan rendemen yang banyak khususnya saat
kondisi musim kemarau di mana daun jatuh hanya 1-2 buah/pohon, sumber
minyak nilam lainnya dari batang.
F:
Rendemen minyak tertinggi memang di daun. Tapi tidak mungkin kita
membeli hanya daun saja dari petani apalagi di musim kemarau saat
ini.
Sesi
penyampaian keluhan:
P:
Dulu pernah ada dosen Unsoed yang mengajarkan agar memblender daun
tanpa dikeringkan dulu supaya hasil minyaknya lebih banyak, lalu saya
jemur dan saya suling. Tapi kenyataannya saya sudah melakukannya
beberapa kali tapi sampai 8-11 jam malahan tidak didapatkan minyak
nilam sama sekali. Padahal daun nilam yang saya gunakan adalah yang
kualitas bagus.
P:
Dulu saya pernah pakai alat dari hasil penelitian, hasilnya memang
naik tapi sangat sedikit dan tidak sebanding dengan harga alat yang
jauh lebih mahal dibandingkan kenaikan jumlah minyaknya.
P:
Pernah saya menjemur daun nilam waktu musim hujan sampai kehujanan
dan membusuk dan dikatakan oleh Dinas Pertanian sudah tidak pantas
untuk disuling. Tetapi saya nekat untk menyulingnya dan malahan bisa
menghasilkan hasil minyak yang banyak.
P:
Jadi sebenarnya bagaimana supaya hasil (konsentrasi rendemen) minyak
nilam saya bisa meningkat?
Harapan dari
peserta:
1. Pelatihan
yang berupa sharing seperti ini sebaiknya disertai dengan adanya praktek
langsung.
Kesan, pesan,
dan harapan dari fasilitator:
1. Praktek
langsung akan membantu peserta untuk lebih mengerti materi, tapi praktek
langsung memang harus dilakukan di lokasi penyulingan mereka karena alat yang
digunakan oleh tiap penyuling biasanya berbeda-beda.
Sesi
2: pk 15.30-17.00
Fasilitator :
Bapak Ign. Susilo
Topik :
Pengolahan Limbah Yang Selama Ini Sudah Dilakukan
Bentuk kegiatan :
Diskusi dan tanya jawab
Peserta :
18 orang (17 pria dan 1 wanita)
Jalannya kegiatan :
Kegiatan berjalan
dengan baik. Peserta terlihat masih antusias mengikti jalannya acara meskipun
pk 17.00 peserta sudah merasa lelah. Diskusi dan tanya jawab berlangsung tanpa
adanya hambatan. Peserta aktif menceritakan pengalamannya dan bertanya lebih
jauh ke fasilitator tentang cara pengolahan limbah yang dapat meningkatkan
penghasilan mereka. Penggunaan papan tulis membantu peserta dalam memahami apa
yang dijelaskan oleh fasilitator.
Berikut adalah
notulensi dari hasil diskusi (P=peserta, F=fasilitator).
F: Bagaimana
pengalaman Bapak/ibu sekalian dalam mengolah limbah selama ini? Misalnya
seperti limbah cair yang berupa air sisa penyulingan ataupun limbah padat yang
berupa abu dan daun sisa penyulingan?
P: Limbah
cair selama ini saya biarkan, tidak pernah diolah.
F: Di tempat
saya dulu juga seperti itu, limbah cair langsung dibuang ke sungai sehingga
mencemari lingkungan. Tapi dari Teknik Kimia UGM saya diberi tahu bahwa air
sisa sulingan ternyata bisa dimasukkan lagi sebagai bahan baku air untuk
menyuling lagi. Jadi tangki berisi air dipanasi sampai menguap, menyuling
minyak dari daun, mengembun menjadi minyak dan air, lalu dipisahkan antara
minyak dan air sehingga airnya bisa digunakan sebagai bahan baku air suling
lagi. Akibatnya tidak ada limbah cair lagi yang dihasilkan dan dibuang ke
lingkungan. Karena seringkali limbah cair yang dibuang membuat air sungai
menjadi berbau nilam.
P: Saya dulu
pernah mencoba memasukkan air sisa penyulingan sebagai tambahan umpan air untuk
diuapkan. Tapi alat harus diubah (posisi pipa pengeluaran minyak, dll). Selain
itu karena umpan air lebih panas dibanding jika saya seluruh air suling
menggunakan air baru, maka saya lebih hemat bahan bakar. Saya pernah membuang
limbah cair itu ke tanah tapi di bawah tanah itu saya beri alat seperti sistem
sumur serapan.
F: Itu tetap
saja mencemari lingkungan walaupun sedikit. Lebih baik dengan memanfaatkan air
limbah tersebut sebagai tambahan air suling, tapi memang butuh investasi (untuk
merubah alat) jika ingin menggunakan cara ini. Saya juga sebenarnya malu,
karena selama ini menyuling minyak atsiri tapi caranya begitu-begitu saja.
Seharusnya kita berkembang, mengembangkan cara menyuling minyak atsiri agar
hasil rendemennya lebih banyak, limbah lebih sedikit, dll. Selain terus
memproduksi minyak atsiri kita juga harus memperhatikan kondisi lingkungan,
jangan sampai kita mencemari lingkungan. Dengan mengginakan air sisa sulingan
menjadi umpan air penyuling maka selain kita tidak lagi membutuhkan air
tambahan untuk menyuling, kita juga tidak membuang limbah ke lingkungan. Air
suling yang dikembalikan ke tungku untuk diuapkan lagi memiliki suhu yang
tinggi jadi tidak perlu banyak bahan bakar untuk menguapkannya (hemat bahan
bakar) dan ketinggian air di tangki selalu tetap, tidak seperti saat ini yang
kita harus menambahkan air umpan setiap waktu.
P: Bagaimana
memanfaatkan abu dan asap pembakaran supaya dapat menghasilkan uang?
F: hal itu
saya juga kurang tahu. Itu juga yang selalu saya pikirkan selama ini, khususnya
asap dari pembakaran minyak nilam. Jika dilihat sebenarnya kita menghasilkan
asap yang luar biasa banyak dan asap tersebut sangat pekat. Mungkin ke depannya
Jurusan Teknik Kimia UGM akan memiliki cara bagaimana memanfaatkan asap
tersebut. Dulu ada orang Jepang yang
membeli asap yang sudah mencair (menjadi langes) dari saya, katanya untuk pupuk
karena ternyata langes tersebut mengandung nitrogen yang tinggi (terbukti
dengan jika Bapak?Ibu mengoleskannya ke tangan maka akan terasa terbakar).
P: Saya
pernah memanfaatkan abu sisa pembakaran menjadi campuran bahan bangunan
(seperti pengganti pasir/semen) dan hasilnya bangunan tersebut kuat.
P: Saya
pernah dengar abu sisa pembakaran jika memakai bahan bakar batubara dapat
digunakan sebagai penghambat pertumbuhan
rumput, tapi itu cuma info saja dan yang memberi info tidak memberi
praktek penggunaannya bagaimana.
F; Saya
pernah dengar di Jogja bahwa abu sisa pembakaran (walaupun sedikit) digunakan
untuk pewangi di Spa (dengan membakarnya di atas lilin sebagai aromatherapy).
Padahal sebenarnya produksi limbah abu kita sangatlah banyak. Tapi sisa batang
dan daun itu sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan pembuat ratus (lilin dupa
untuk orang meninggal). Selain itu, limbah padat (daun) bisa digunakan sebagai
briket, bahan bakar pengganti kayu, dan pupuk. Ampas sisa batang yang telah
disuling itu susah diolah, karena susah dibakar (dijadikan briket juga susah).
Tetapi jika masing-masing dari kita sebagai penyuling selain menyuling minyak
juga memikirkan abu, memikirkan limbah cair, limbah asap, limbah abu, dll itu
malahan usaha kita akan gagal semua. Sebaiknya ada 1 orang yang memang fokus
mengolah limbah saja, misal memang fokus menghasilkan briket dr limbah padat,
itu nantinya orang yang mengolah limbah padat tersebut juga akan berhasil juga.
P: Skema alat
yang air sisa sulingan langsung bisa digunakan sebagai umpan ketel uap itu
bagaimana?
F: (menggambar) Kita harus berpikir bagaimana
mengembangkan cara menyuling, jangan dari dulu sampai sekarang sama saja terus
menerus. Jika dulu kan air melimpah, jadi tidak masalah, tetapi sekarang kan
air terbatas. Cara ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: lebih hemat bahan
bakar, mudah menguapkan air di ketel, air di ketel volumenya konstan walaupun
tidak perlu ditambah air tambahan ke ketel. Tapi ketinggian tangki penampung
pengembunan air+minyak harus lebih tinggi dari ketinggian air di ketel.
Harapan dari peserta:
1. Sebaiknya
penjelasan mengenai sistem yang bisa mengembalikan air sisa sulingan langsung
sebagai umpan ketep bisa dipraktekkan langsung di lapangan.
2. Pelatihan
jangan sampai terlalu sore karena tidak efektif.
Kesan, pesan,
dan harapan fasilitator:
1. Kegiatan
ini dapat ditindaklanjuti, tapi pelaksanaan praktek di lapangan akan sangat
bersifat individual karena umumnya alat penyuling yang digunakan tiap penyuling
adalah berbeda sehingga untuk membuat sistem di mana air suling bisa digunakan
lag isebagai umpan ke ketep uap sangat tergantung alat yang digunakan oleh
penyuling tersebut.
Selasa,
2 Oktober 2012
Sesi 1: pk 08.00-10.00
Fasilitator :
Bapak Ign. Susilo
Topik :
Cara Mengatasi Masalah Saat Memproduksi Minyak
Atsiri Yang Dikaitkan Dengan
Minimalisasi Limbah
Bentuk
kegiatan : Diskusi dan tanya jawab
Peserta :
14 orang (13 pria dan 1 wanita)
Jalannya kegiatan :
Kegiatan berjalan
dengan baik dan lancar. Penggunaan papan tulis membantu peserta dalam memahami
apa yang dijelaskan oleh fasilitator.
Berikut adalah
notulensi dari hasil diskusi (P=peserta, F=fasilitator).
F: Apa
hambatan yang biasa dirasakan saat persiapan bahan baku proses penyulingan
minyak atsiri? Misalnya adanya persaingan memperoleh bahan baku, bagaimana
pengalaman Bapak/Ibu dalam menghadapinya? Atau mungkin mengenai masalah tenaga
kerja?
P: Yang lebih
sering kita rasakan adalah masalah ketersediaan bahan baku dari petani, kadang petani
tidak punya nilam yang dijual ke kita ataupun jumlahnya tidak sesuai dengan
keinginan kita.
F: Memang
masalah tersebut juga dirasakan di daerah saya, kita dapat mengatasinya dengan
memberikan pendampingan ke petani sehingga mereka dapat menghasilkan daun
minyak atsiri yang jumlahnya dan kualitasnya sesuai keinginan kita. Kita dapat
meminta pendampingan tersebut ke dinas terkait karena ini masalah persediaan
bahan baku. Untuk yang kaitannya dengan proses, kita dapat mengtatasi masalah
limbah padat dengan diubah menjadi bahan bakar atau pupuk, sedangkan air limbah
dapat dimanfaatkan lagi dengan dimasukkan lagi sebagai umpan air untuk
menyuling minyak atsiri dari daun nilam. Biasanya setelah penjelasan seperti
ini dapat ditindaklanjuti dengan praktek, jika dulu di daerah syaa dengan
Teknik Kimia UGM. Pengalaman di tempat saya, mulai dari pembuatan peralatan
yang ideal sehingga hasilnya menjadi lebih bagus karena alatnya dioptimasi
(misalnya dengan mengatur tekanan uap, dll) sampai mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan. Mungkin Bapak/Ibu ada pengalaman menangani limbah cair/padat
yang bisa ditularkan ke rekan-rekan yang lain?
P: Dulu limbah
daun itu laku, tapi sekarang sudah tidak lagi. Dulu katanya itu untuk diekspor,
tapi sekarang sudah tidak ada lagi yang mencarinya. Mungkin Bapak ada
pengalaman lain menghasilkan produk dari limbah?
F: Dulu saya
pernah mendengar bahwa limbah daun bisa dijemur, lalu digiling menjadi tepung.
Ada juga yang bilang itu dapat digunakan sebagai obat nyamuk.
P: Saya mau
tanya dengan masalah pembersihan tungku dari limbah padat (sisa daun) yang
dibakar. Menurut Bapak seberapa sering perlu dibersihkan?
F: Sebenarnya
jika dibersihkan setiap kali akan memulai proses lebih baik tetapi itu panas
sekali nanti waktu kita akan membersihkannya. Jika kita bisa tekun dalam
menyulign minyak, dengan rajin membersihkan alat, proses benar, dll maka
hasilnya memang bisa bagus (dari segi konsentrasi rendemen min 30 %, bau enak
sekali, dll). Untuk minyak nilam memang air suling sering sekali kotor karena
jika kemasukan daun saja maka akan langsung menghitam, beda dengan menggunakan
cengkeh karena air suling sampai 5 kali proses masih jernih.
P: Saya
menggunakan uap terpisah untuk menyuling minyak atsiri. Menurut Bapak
bagaimana?
F: Memang cara
itu biasanya bisa menghasilkan produk minyak atsiri yang lebih bagus dan air
suling relatif lebih jernih sehingga dapat dipakai berkali-kali, tapi tentunya
itu membutuhkan investasi yang lebih banyak dengan proses menyuling minyak
atsiri yang biasa dilakukan. Mungkin Bapak/Ibu yang lain adap engalaman tentang
penggunaan alat yang lebih tradisional berkaitan dengan cara membersihkan
alatnya? Jika kita rajin membersihkan alat maka produk kita akan lebih bagus
(tinggi konsentrasinya) dan alatnya juga lebih awet. Pengalaman saya, jika alat
penyuling yang biasa dipakai itu tahan sekitar 4 tahun, biasanya rusak karena
kurang rajin merawat (membersihkan) dan korosi.
P: Dulu saat
saya menggunakan ketel tradisional yang Bapak gambar tersebut seringkali pecah.
Mengapa bisa begitu ya?
F: Biasanya
itu karena bahan alatnya berasal dari bahan stainless steel, apalagi jika saat
itu airnya hasib di dalam ketel. Ketel pecah karena stainless steel tidak tahan
panas dan lagi kena zat kimia. Biasanya bagian bawah tangki uap tidak dibuat
dari stainless steel. Stainless steel memang bagus untuk tangki bahan baku
karena bahannya tahan korosi. Alatt dari stainless steel pun ada berbagai
macam, ada stainless steel yang mengandung nikel lebih banyak (sampai 7 %) dan
itu lebih tahan panas tapi lebih tidak tahan terhadap korosi. Kita bisa
mengeceknya apakah nikelnya banyak atau tidak dengan menempelkan magnet, jika
menempel agak kuat berarti nikelnya banyak. Kita menyuling dengan alat dari
stainless steel itu membutuhkan investasi yang 2x lipat dibandingkan dengan
menggunakan besi, tapi dari segi jumlah rendemen sebenarnya sama saja. Tapi
jika kita mau mengejar kualitas (konsentrasi dan warna) untuk diekspor, mau
tidak mau kita harus menggunakan stainless steel. Orang luar negeri tidak akan
mau membeli minyak kualitas kedua.
P: Saya pernah
membeli bahan baku nilam dari Sumatra, dan jelek (setelah disuling ternyata
mengandung banyak asam). Bagaimana memisahkan asamnya?
F: Asam memang
susah untuk dipisahkan, saya biasa memisahkan minyak dan asam di Purbalingga.
Tapi untuk dimasukkan ke perusahaan pemisah asam tersebut kualitas minyak hasil
sulingan kita harus memenuhi syarat mereka dalam hal aroma dan warna.
P: Saya mau
tahu, di sistem bapak di mana air hasil sulingan digunakan lagi sebagai umpan
ketel, untuk minyak yang terbawa ke ketel, apakah minyak tersebut akan ikut
teruapkan? Karena setahu saya minyak seperti minyak kelapa itu tidak akan
menguap meskipun dipanasi seperti saat kita memasak.
F: Minyak
atsiri memiliki sifat yang berbeda dengan minyak kelapa. Minyak atsiri tidak
dapat mengkristal karena suhu yang dingin seperti minyak kelapa. Saya di rumah
sudah memiliki sistem seperti yang saya gambarkan ini dan berjalan sampai
sekarang (minyak ikut teruapkan). Sebenarnya jika kita tes, minyak yang terbawa
aliran air itu memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada minyak yang
dapat kita pisahkan di tangki penampung hasil sulingan. Dan jika sistemnya
bagus, minyak yang terbawa bersama air yang diumpankan ke boiler akan sedikit
sekali. Dari sharing pengalaman sesama penyuling seperti ini sebenarnya kita
dapat mempelajari berbagai hal baru. Karena guru dari penyuling seperti kita
ini ya teman penyuling yang lain. Menurut saya, kita harus mementingkan dulu
ketersediaan bahan baku, proses yang baik, baru kemudian kita memikirkan
tentang pasar, tentang harga jual yang rendah. Petani itu hidupnya tergantung
pada kita, jika kita dapat menghidupi mereka, maka mereka akan terus menanam
minyak nilam.
P: Saya pernah
membeli limbah cengkeh (terpen) dalam bentuk drum berisi limbah dari pabrik
rokok. Dan saya tambahkan zat kimia lalu dapat dihasilkan minyak lagi dari
limbah cengkeh tadi. Apa hal yang sama bisa dilakukan ke minyak nilam?
F: Sebenarnya
jika perusahaan rokok tersebut cukup besar tidak akan menjual limbahnya. Jika
terpen memang mungkin bisa dicampur dengan minyak cengkeh, tapi jika minyak
nilam saya kurang tahu. Saya hanya pernah mengambil minyak cengkeh sampai
banyak sekali dari limbah cengkeh, tapi saya dapatkan dengan menyuling limbah
cengkeh yang berupa daun sisa pabrik rokok.
P: Saya pernah
mengalami kejadian dimana air dari ketel tidak keluar lewat pipa pengeluaran
tapi malahan lewat pipa pemasukan air tambahan ketel. Tapi suatu saat hal itu
bisa terselesaikan dengan sendirinya. Menurut Bapak bagaimana?
F: Itu bisa
terjadi jika uapnya terlalu banyak, dan pipa pengeluaran terlalu kecil sehingga
uap memaksa keluar lewat pipa pemasukan ke ketel. Solusinya bisa dilakukan
dengan memperbesar diameter pipa pengeluaran ketel. Mungkin juga itu terjadi karena
ada penyumbatan di pipa pengeluaran ketel. Kita dapat mencegah masuknya uap ke
pipa pemasukan ketel dengan mengecek tekanan uap dalam ketel sehingga saat
terlalu besar tekanan uapnya bisa kita cegah agar uap tidak keluar lewat pipa
pemasukan ketel. Sebenarnya jika menyuling minyak atsiri kita tidak membutuhkan
tekanan yang tinggi.
P: Saya pernah
menyuling, selama 1-2 jam di awal-awal hanya keluar uap saja, tapi setelah itu
baru keluar uap+minyak. Mengapa bisa begitu ya?
F: Tapi jumlah
minyak yang dihasilkan seperti proses biasanya ya?
P: Seperti
biasa Pak.
F: Kita
lanjutkan setelah istirahat saja ya.
Harapan dari peserta:
-
Kesan, pesan,
dan harapan fasilitator:
-
Sesi 2: pk 10.30-12.00
Fasilitator :
Bapak Ign. Susilo
Topik :
Diskusi Terkait Pengolahan Limbah
Bentuk
kegiatan : Diskusi dan tanya jawab
Peserta :
14 orang (13 pria dan 1 wanita)
Jalannya kegiatan :
Kegiatan berjalan
dengan baik dan lancar. Peserta cukup antusias dalam bertanya dan menanggapi
fasilitator.
Berikut adalah
notulensi dari hasil diskusi (P=peserta, F=fasilitator).
F: Tadi saya
berbicara dengan salah seorang peserta yang merupakan pegawai PT Scent, di sana
perusahaannya besar dan sudah menggunakan teknologi yang cukup maju. Beliau
menawarkan semisal Bapak/Ibu berniat untuk melakukan studi banding ke sana bisa
secara berkelompok mengajukan izin kesana. Harapannya bisa belajar dari sana
jadi bisa menyetarakan kualitas minyak menjadi lebih tinggi standarnya.
P: Bapak/Ibu
jika memiliki minyak nilam dapat mencoba membawanya ke PT Scent karena selain
menyuling minyak, kami juga menerima pembelian minyak nilam dari PT Scent.
Selain itu kami juga menerima minyak kapulaga, sirih, cengkeh, jahe, dll.
F: Di sini
ternyata ada yang siap menerima berbagai jenis minyak atsiri. Daripada nilam
yang jumlahnya sudah sedikit dan diperebutkan oleh orang banyak sehingga
menimbulkan persaingan yang tidak sehat maka bisa mencoba menyuling minyak
jenis lainnya dan di sini sudah ada yang siap menampungnya. Minyak kemukus itu
membutuhkan cara khusus untuk menyulingnya. Untuk memanaskan air digunakan uap,
bukan api langsung karena aroma itu sangat penting (selain warnanya). Oya, saya
mau melanjutkan menjawab pertanyaan sebelum istirahat tadi.
P: Bagaimana
dengan ukuran panjang tiap pipa pendinginan di skema alat yang Bapak gambar
tadi?
F: Sebenarnya
itu ada perhitungannya, intinya pipa harus cukup panjang agar air dapat cukup
dingin, tapi tidak perlu terlalu panjang karena itu hanya boros pipa. Saya
dalam menentukan ukuran alat membandingkannya dengan penyuling di Boyolali, di
sana walaupun air harus membeli tapi mereka tetap menyuling minyak atsiri.
P: Pipa
pengeluaran boiler saya berukuran berukuran ¾ in, apa itu terlalu kecil dan
mempengaruhi hasil penyulingan? Saya punya 2 boiler untuk kapasitas umpan daun
2 kuintal.
F: Dilihat
saja konsentrasi nya, jika sudah 30 % maka ukuran pipa tersebut sudah cukup.
Bila konsentrasi minyak hanya 27 % maka pipa terlalu kecil. Intinya jangan
sampai ada tekanan di pipa karena untuk menyuling cengkeh dan nilam tidak perlu
uap bertekanan, lain halnya untuk menyuling akar wangi.
P: Kompor saya
yang didesai untuk bahan bakar batubara jika saya ganti dengan kayu, walaupun
tekanan saya naikkan tekanan uapnya dari 2 bar menjadi 2,5 bar tetap saja
panasnya tidak cukup. Mengapa bisa begitu?
F: Sebenarnya
konstruksi mempengaruhi bahan bakar yang bisa digunakan. Jadi jika sejak awal
dibuat untuk batubara maka jika diganti dengan kayu akan kekurangan tekanan.
Memang di kota lebih mudah mencari kayu dan harganya lebih murah,tapi kedepannya
jika krisis energi maka kayu juga akan langka. Jadi kita harus memikirkan
bagaimana menghemat bahan bakar dan juga mengurangi hasil limbah.
P: Saya
diberitahu oleh orang yang membuat alat saya, bahwa setiap 2 jam sekali maka
semua air di alat saya harus dibuang lewat tangki bagian bawah. Saya berpikir,
menurut akal sehat saya itu akan membuang minyak di air tadi. Menurut bapak
bagaimana?
F: Itu harus
dibuang karena air di tangki itu akan menghalangi uap baru yang akan masuk ke
tangki. Hal ini tidak perlu dilakukan lagi jika alat sudah diisolasi sehingga
tidak ada uap yang mengembun menjadi air jadi tidak akan menyumbat uap yang
akan masuk.
P: Perkataan
Pak Sus memang benar. Tapi sebenarnya kita dapat melakukan hal lain juga
semisalnya dengan mengatur bukaan keran sehingga yang dibuang hanya air dan
tanpa uap nya.
P: Apakah ada
beda banyaknya rendemen antara penggunaan alat jenis langseng dengan tidak?
F: Tergantung
pada penataan alat dari kita juga. Kita dapat menatanya dengan baik sehingga
kualitasnya memenuhi standar internasional. Kita harus mempelajari dan
memikirkannya dulu sebelum kita memasang alat-alat tersebut. Walaupun kita
memiliki alat yang bagus, tapi pemasangan alatnya buruk seperti mengakibatkan
panas banyak yang hilang di pipa maka hasilnya tetap jelek, semisal butuh bahan
bakar yang banyak, waktu suling lama, dan konsentrasi hasil rendah. Seorang
penyuling yang dulunya adalah buruh penyuling biasanya bisa mengira bagaimana
posisi pemasangan sehingga hasilnya bagus. Kadangkala kita juga harus
mewaspadai petani yang sudah pintar (melakukan kecurangan). Kadang mereka
menyembunyikan nilam basah yang belum di jemur di dalam karung di mana nilam
kering di letakkan di luar. Walaupun nantinya akan kering setelah kita simpan
dalam waktu yang lama, tetapi itu akan menyebabkan perbedaan di bagian aroma
dan warna.
P: Tentang
masalah pengeringan, kami melakukan 2 macam cara, yaitu diangin angin dan
langsung kena matahari. Untuk diangin anginkan ternyata butuh 8 hari (terlalu
lama dan merugikan saya) dan hasil rendemennya tidak berbeda dibandingkan
dengan pengeringan dengan sinar matahari yang lebih cepat karena setelah 8 hari
juga batangnya masih basah.
F: Berarti itu
sebenarnya hasil rendemennya lebih banyak Pak, karena masih basah dan hasil
rendemennya sama dengan pengeringan sampai kering menggunakan matahari. Tapi
memang wktu itu berharga bagi seorang yang mencari uang, tapi secara teori cara
mengeringkan yang lebih baik adalah dengan diangin angingkan. Memang secara
teori saya selalu menganjurkan mengeringkan daun sampai maksimal, tapi di
kenyataan saya tidak selalu melakukannya karena ada kerugian waktu dan
kemungkinan minyak hilang saat dijemur terlalu lama. Kita dapat mencari cara
yang paling efektif mungkin dengan menggabungkan sistem diangin anginkan dengan
dijemur di bawah sinar matahari. Saat hujan kita dapat menggunakan cara
dianginanginkan karena cahaya matahari susah didapatkan.
P: Apa ada
alat untuk mendeteksi kandungan minyak dalam nilam?
F: Alat
pendeteksi yang paling bagus itu Bapak sendiri. Bapak pasti bisa merasakan daun
bagaiana yang kandungan minyaknya banyak.
P: Tapi jiak
dengan alat tertentu kan saya bisa tahu jika jenis daun seperti ini maka
kandungan minyaknya seberapa.
F: Jika itu
memang membutuhkan alat dan harus diteliti lebih lanjut.
P: (PT Scent)
perusahaan kami sebenarnya ada alatnya di Jakarta.
P: Tapi masih
rahasia ya Pak alatnya?
P: (PT Scent)
Iya pak. J
F: Kita dapat
membedakan sebenarnya minyak hasil alat yang menggunakan besi dan stainless
steel. Untuk alat yang menggunakan besi bisa menyebabkan perubahan warna karena
besi bersifat bisa korosi dan mempengaruhi kandungan hasilnya juga. Intinya
kita harus melakukan segala cara bagaimana supaya hasil kualitas minyak kita
bagus.
Harapan dari peserta:
1. Pelatihan
harusnya diperbanyak prakteknya.
Kesan, pesan,
dan harapan fasilitator:
1. Kegiatan
ini dapat ditindaklanjuti dengan melakukan praktek di lapangan.
No comments:
Post a Comment